Perbuatan catcalling dalam perspektif hukum positif
DOI : 10.30863/ekspose.v1i1.690
Catcalling as one of the actions that violates morality and categorized as criminal act oftenly unnoticed, because this action is done spontaneously. Many societies in Indonesia don't realize that they are victim or even perpetrator of catcalling act. This is because of the lack of understanding in society about the catcalling act itself. This act unwittingly has reduced a person's right, like the right to have a peaceful life, the right to feel safe while doing activities, the right to feel at ease in building life and living and happy physically and mentally in society living, so that this act needs to be vanished. However, the perpetrator of this catcalling act is hard to be caught to the realm of law until now as long as they didn't do physical violence to the victim, but in this case there needs to be an emphasis to stop this catcalling act and to entangle as well as to make the perpretators aware of this act, and also by giving the understanding about catcalling law to the public, especially the victims could bring this case to attain the justice for each victim. Catcalling act in Indonesia categorized as criminal act and contradictive to law and morality. Law enforcement regarding the catcalling act in Indonesia so far haven't got any legal certainty, even the handling and resolving of this catcalling problem could not be done decisively. Catcalling victims are still having trouble getting their justice. So far the protection of catcalling victims regulated in Law No. 39 of 1999 on Human Rights, and Law No. 31 of 2014 on Changes to Law No. 13 of 2006 on Victim and Witness Protection as the legal basis. While for perpetrator of catcalling act could be charged with Article 281 Item (2) and Article 315 on Criminal Code and Article 34 juncto Article 8, Article 35 juncto Article 9 Law No. 34 of 2008 on Pornography.
Catcalling sebagai salah satu perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan dan dikategorikan sebagai suatu tindak pidana seringkali tidak terperhatikan, hal ini dikarenakan tindakan atau perbuatan tersebut dilakukan secara spontan. Banyak kalangan masyarakat di Indonesia yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban atau bahkan pelaku perbuatan catcalling. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap masyarakat tentang catcalling itu sendiri. Perbuatan catcalling tanpa sadar telah mengurangi hak-hak asasi seseorang, seperti hak untuk merasakan kehidupan yang damai, hak untuk merasa aman dalam beraktifitas, hak untuk merasa tentram membangun hidup dan kehidupan serta bahagia lahir dan batin dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga keberadaan catcalling ini penting untuk dihilangkan. Akan tetapi, Pelaku perbuatan catcalling sampai saat ini masih sulit untuk dijerat keranah hukum selama tidak melakukan kekerasan fisik terhadap korban, tetapi dalam hal ini perlu adanya penekanan untuk menghentikan perbuatan catcalling dan menjerat sekaligus menyadarkan pelaku catcalling, serta dengan memberikan pemahaman tentang aturan hukum catcalling kepada publik, terutama korban dapat membawa kasus ini guna merandapatkan keadilan bagi hak asasi masing-masing korban. Catcalling di Indonesia dikategorikan kedalam salah satu perbuatan pidana atau suatu tindak pidana dan bertentangan dengan hukum dan kesusilaan. Penegakan hukum terhadap perbuatan catcalling di Indonesia sejauh ini belum memiliki kejelasan dan kepastian hukum, bahkan penanganan dan penyelesaian terhadap perkara catcalling ini tidak bisa diselesaikan secara tegas. Korban catcalling masih sulit untuk mendapatkan keadilan bagi dirinya. Sejauh ini perlindungan terhadap korban perbuatan catcalling diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai dasar hukumnya. Sedangkan, Sedangkan bagi pelaku perbuatan catcalling dapat dikenakan Pasal 281 butir (2) dan Pasal 315 pada KUHP dan Pasal 34 j.o Pasal 8, dan Pasal 35 j.o Pasal 9 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Supplement Files
- Ariyanti, V. (2019). Konsep Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Nasional dan Sistem Hukum Pidana Islam. Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam, 13(1), 33–48.
- Burhan, A. A. (2019). Pelaksanaan undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban di polres kota kendari (studi di polres kota kendari). Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 25(13).
- Kinasih, S. E. (2007). Penegakan HAM dan Perlindungan terhadap Korban Pelecehan Seksual. Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik.
- Kobandaha, M. (2017). Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga dalam sistem hukum di indonesia. Jurnal Hukum UNSRAT, 23(8).
- Kolompoy, G. P. (2015). Eksistensi Tindak Pidana Pelanggaran Kesusilaan Di Depan Umum (Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Lex Crimen, 4(7).
- Marpaung, L. (2010). Tindak pidana terhadap kehormatan. Sinar Grafika.
- Moeljatno, S. H. (2002). Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta.
- Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), 24 (2017). http://www.dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20170307-091105-5895.pdf
- Ruba’i, M. (2014). Buku Ajar Hukum Pidana. Cetakan Pertama, Malang: Bayumedia Publishing.
- Sianturi, S. R. (1983). Tindak pidana di KUHP berikut uraiannya. Alumni AHM-PTHM.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Subject | Catcalling, Pelecehan seksual, Hukum |
Type | Research Results |
Download (78KB) Indexing metadata |