IMPLIKASI PENERAPAN HUKUM PIDANA ADAT DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PASCA PEMBARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA

Damianus Rama Tene* -  Sekolah Tinggi Ilmu hukum (STIH) Manokwari, Indonesia
Andi Muliyono -  Sekolah Tinggi Ilmu hukum (STIH) Manokwari, Indonesia
Nurjanah Lahangatubun -  Sekolah Tinggi Ilmu hukum (STIH) Manokwari, Indonesia

DOI : 10.30863/ekspose.v22i2.4151

Customary criminal law is a key component of Indonesia's legal framework, originating from the nation's indigenous culture. The process of reforming criminal law in Indonesia, which aims to replace the old colonial criminal law, has included elements of customary criminal law as the legal basis and recognition of them in the latest revision of the "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana" (KUHP). However, while welcoming the inclusion of customary criminal law as a positive step, it also has an impact on customary law itself through the formalization process, establishing criteria and limitations in its application. This article will review the implications arising from the harmonization of customary criminal law in the latest Criminal Code that will be implemented. The analytical approach used is normative research, which focuses on statutory regulations. Based on this analysis, the conclusion is that the recognition of customary law as an interpretation of the concept of "living law" in Article 2 of the National Criminal Code is an effort to integrate the two legal systems that apply in Indonesia, namely customary law. This step has important significance as an effort to reform the criminal law system in Indonesia, which tends to be formalistic and legalistic. According to the progressive theoretical view, it is emphasized that the formation of regulations must take into account the values and norms implemented by society (living law). The alignment of customary offenses in the reform of the national criminal law system has legal impacts on its implementation, so derivative regulations in the form of a compilation are needed. Regional governments that have customary offenses in their territory must develop Peraturan Daerah (Perda) to compile a compilation of these offenses.

 

Hukum pidana adat adalah komponen kunci dalam kerangka hukum Indonesia, yang berasal dari budaya asli bangsa ini. Proses pembaharuan hukum pidana di Indonesia, yang bertujuan untuk menggantikan hukum pidana kolonial yang lama, telah memasukkan unsur-unsur dari hukum pidana adat sebagai dasar hukum dan pengakuan terhadapnya dalam revisi terbaru “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (KUHP). Namun, sambil menyambut inklusi hukum pidana adat ini sebagai langkah positif, juga timbul dampak pada hukum adat itu sendiri melalui proses formalisasi, penetapan kriteria, dan batasan dalam penerapannya. Artikel ini akan mengulas implikasi yang ditimbulkan oleh penyelarasan hukum pidana adat dalam KUHP terbaru yang akan diterapkan. Pendekatan analisis yang digunakan adalah penelitian normatif yang berfokus pada peraturan perundang-undangan. Berdasarkan analisis ini, kesimpulannya yaitu bahwasanya pengakuan hukum adat sebagai penafsiran dari konsep "living law" dalam Pasal 2 KUHP Nasional merupakan upaya untuk mengintegrasikan dua sistem hukum yang berlaku di Indonesia, yakni hukum adat. Langkah ini memiliki signifikansi penting sebagai upaya reformasi sistem hukum pidana di Indonesia yang cenderung bersifat formalistik dan legalistik. Menurut pandangan teori progresif, ditekankan bahwa pembentukan peraturan harus memperhitungkan nilai-nilai serta norma-norma yang dijalankan masyarakat (living law). Penyelarasan delik adat dalam pembaruan sistem hukum pidana nasional memiliki dampak hukum dalam pelaksanaannya, sehingga diperlukan regulasi turunan berupa kompilasi. Pemerintah daerah yang memiliki delik adat di wilayahnya harus mengembangkan Peraturan Daerah (Perda) untuk menyusun kompilasi mengenai delik-delik tersebut.

 


Keywords
Hukum Adat; Hukum Pidana
  1. Achmad Ali, (1996), Menguak Tabir Hukum: suatu Kajian Filososis dan Historis, Chandra Pratama, Jakarta.
  2. Ahmad Rifan dan Ilham Yuli Isdiyanto. (2021). “Diametralisasi Living Law dan Kepastian Hukum dalam Pasal 2 RKUHP”, Ahmad Dahlan Legal Perspective, Vol.1 No.1.
  3. Anto Soemarman, (2003), Hukum Adat: Perspektif Sekarang dan Mendatang, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
  4. Arake, L., Makkarateng, M. Y., Abidin, K., Baharuddin, E., & Yusuf, M. (2023). Non-Binary Gender in Siyasah Syar’iyah Perspective: Study at Religious Universities in South Sulawesi. Samarah: Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam, 7(3), 1708–1733.
  5. Aries Kalana dan Amran Amir, (2000), Hukum Adat: Diperkosa, Digugat pula, Majalah Gatra.
  6. Franz and Keebet von Benda-Beckmann. (2009). “The Social Life of Living Law in Indonesia”, dalam Marc Hertogh, Living Law Reconsidering Eugen Ehrlich, Oxford and Portland Oregon, Hart Publishing.
  7. Geoffrey Swenson. (2018). “Legal Pluralism in Theory and Practice”, International Studies Review, Vol. 0, No.1.
  8. Lilik Mulyadi (2013), “Eksistensi Hukum Pidana Adat di Indonesia, Pengkajian, Asas, Norma, Teori, Praktik dan Prosedurnya” Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.2, No.2.
  9. M. Misbahul Mujib, “Eksistensi Delik Adat dalam Kontestasi Hukum Pidana Indonesia”, Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 2 No. 2, Desember 2013.
  10. Ma’adul Yaqien Makkarateng, Muljan, & Nurfajriani. (2023). Conjoined Twin Marriages in the Perspective of Islamic Law. Jurnal Hukum Islam, 21(1 SE-Artikel), 143–160. https://doi.org/10.28918/jhi.v21i1.1508
  11. Muladi. (1985). Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung.
  12. Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Perkara Pidana, Alumni, Bandung.
  13. Satjiotp Rahardjo (2005), Hukum Adat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (Perspektif Sosiologi Hukum), dalam Komnas HAM, Masyarakat Hukum Adat, Inventarisasi dan Perlindungan Hak, Komnas HAM, Jakarta.
  14. Satjipto Rahardjo. (1980). Hukum dan Masyarakat Bandung, Angkasa, Yogyakarta,
  15. Suci Flambonita, Vera Novianti, Artha Febriansyah. (2021). “The Concept of Legal Pluralism in Indonesia in the New Social Movement”, Jurnal Analisa Sosiologi, (Edisi Khusus ICOSAPS).
  16. Suci Flambonita, Vera Novianti, Artha Febriansyah. (2021). “The Concept of Legal Pluralism in Indonesia in the New Social Movement”, Jurnal Analisa Sosiologi, 10 (Edisi Khusus ICOSAPS).
  17. Sudargo Gautama, (1977), Hukum Antar Tata Hukum (Kumpulan Karangan), Alumni, Bandung.
  18. Sudarto. (1981). Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
  19. Supriadi, (2015), Pembaharuan Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
  20. Tolib Setiady, (2009), Intisari Hukum Adat Indonesia (dalam Kajian Kepustakaan), Alfabeta, Bandung.

Full Text:
Article Info
Submitted: 2023-04-15
Published: 2023-12-07
Section: Articles
Article Statistics: 527 1149